Jumat, 22 September 2023 – Hari Biasa Pekan XXIV – PF Biato Yohanes Maria dari Salib (Martir SCJ)

Rm. Petrus Haryanto SCJ dari Komunitas SCJ Paroki St. Andreas Rasul Mesuji Lampung-Indonesia

 
 
 
 

AUDIO RESI:

ANTIFON PEMBUKA – 1 Timotius 6:12

Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar, dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil; Untuk itulah engkau telah mengikrarkan ikrar yang benar.

ATAU: 

Orang kudus ini wafat demi hukum Tuhan dan tidak takut akan perkataan mereka yang tak mengenal Allah karena ia dibangun atas dasar batu karang yang kokoh 

PENGANTAR:

Paulus menamakan iman kita itu suatu pertandingan, suatu perjuangan. Demikianlah ia menasihati Timotius sahabatnya. Dia sendiri kelak mengatakan bahwa telah menyelesaikan pertandingannya dengan baik dan tetap memiliki iman. Beriman tanpa perjuangan tidak mungkin. Kita harus berbuat sesuatu agar tetap setia. Namun, perjuangan kita itu hanya insani. Di samping murid-murid pria, Yesus juga dibantu oleh penganut-penganut wanita. Mereka melakukan tugas sesuai caranya masing-masing.

DOA PEMBUKA :

Marilah bedoa: Allah Bapa kami sumber kekuatan, ajarilah kami mengimani dan memahami pewartaan Putra-Mu terkasih. Semoga Engkau selalu mendampingi kami. Demi Yesus Kristus Putra-Mu, ….

ATAU: 

Allah yang mahakuasa dan kekal, dalam martirMu Beato Yohanes Maria dari Salib yang telah memberikan teladan bagi gereja tentang kekuatan, anugerahilah kami dengan perantaraannya semangat rekonsiliasi antar sesama umat manusia dalam hati yang rela berkorban, kami persembahkan diri kami kepadaMu untuk saudara-saudari kami demi Kristus Tuhan kami … 

BACAAN PERTAMA: Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Timotius 6:2c-12

“Hai manusia Allah, kejarlah keadilan.”

Saudara terkasih, ajarkanlah dan nasihatkanlah semua ini. Jika ada orang yang mengajarkan ajaran lain, dan tidak menurut ajaran sehat, yakni ajaran Tuhan kita Yesus Kristus, dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan iman kita, dialah orang yang berlagak tahu, padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, iri hati, fitnah, dan curiga, percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berfikiran sehat, yang kehilangan kebenaran, yang mengira agama itu suatu sumber keuntungan. Memang iman itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa apa-apa ke dalam dunia ini, dan kita pun tidak membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya, terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan pelbagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Karena memburu uanglah, maka beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai-bagai penderitaan. Tetapi engkau, hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, takwa, kesetiaan, cinta kasih, kesabaran, dan kelembutan hati. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil; untuk itulah engkau telah mengikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

MAZMUR TANGGAPAN: Mazmur 49:6-7.8-9.17-18.20

Ref. Berbahagialah yang hidup miskin terdorong oleh Roh Kudus, sebab bagi merekalah Kerajaan Allah.

  1. Mengapa aku takut pada hari-hari celaka pada waktu aku dikepung oleh kejahatan para pengejarku, yang percaya akan harta bendanya, dan memegahkan diri karena banyaknya kekayaan mereka?

  2. Tidak seorang pun dapat membebaskan diri, atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya! Terlalu mahallah harga pembebasan nyawanya, dan tidak terjangkau untuk selama-lamanya kalau ia ingin hidup abadi dengan tidak melihat liang kubur.

  3. Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, sebab pada waktu mati semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia.

  4. Sekalipun pada masa hidupnya ia menganggap dirinya berbahagia, sekalipun orang menyanjungnya karena ia berbuat baik terhadap dirinya sendiri, namun ia akan sampai kepada angkatan nenek moyangnya, yang tidak akan melihat terang untuk seterusnya.

BAIT PENGANTAR INJIL:

U : Alleluya
S : (Mat 11:25) Terpujilah Engkau, Bapa, Tuhan langit dan bumi sebab misteri kerajaan Kaunyatakan kepada orang kecil.

BACAAN INJIL: Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas 8:1-3

“Beberapa wanita menyertai Yesus dan melayani Dia dengan harta bendanya.”

Yesus berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid menyertai Dia, dan juga beberapa wanita, yang telah disembuhkan-Nya dari roh-roh jahat serta berbagai macam penyakit, selalu menyertai Dia. Para wanita itu ialah: Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh setan; Yohana, isteri Khuza, bendahara Herodes, Susana dan masih banyak lagi yang lain. Wanita-wanita itu melayani seluruh rombongan dengan harta kekayaan mereka.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

RESI DIBAWAKAN OLEH Rm. Petrus Haryanto SCJ

Vivat Cor Iesu per Cor Mariae. Hiduplah Hati Yesus melalui Hati Maria.

Sahabat RESI Dehonian yang terkasih. Benarkah bahwa hampir dalam segala level kehidupan, baik secara sosio-kultural, struktural maupun keagamaan; posisi perempuan secara umum masih terpinggirkan, atau di bawah dominasi laki-laki? Dan karenanya muncul banyak gerakan yang mendukung kesetaraan gender?

Sabda Tuhan yang baru saja kita baca dan kita dengarkan mengetengahkan adanya dua kelompok pengikut Yesus, yaitu kedua belas murid Yesus (ay.1) dan sekelompok perempuan biasa (ay. 2-3). Narasi yang pendek ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa ada kesepadanan antara kedudukan para perempuan biasa itu dengan kedua belas murid Yesus yang seluruhnya adalah laki-laki.

Barangkali kita jarang memperhatikan bahwa dalam melakukan pelayanan dari satu tempat ke tempat lain ada banyak orang yang ternyata ikut melayani bersama Yesus selain keduabelas murid-Nya. Penginjil Lukas mencatat bahwa selain para murid, ada banyak pula yang turut serta termasuk di dalamnya adalah perempuan. Beberapa nama disebutkan oleh Lukas, seperti Maria Magdalena, Yohana istri Khuza bendahara Herodes dan Susana dan masih banyak lagi yang lain. Mereka itu melayani dengan menyediakan segala keperluan Yesus berserta rombongan dengan mempergunakan apa yang mereka miliki.

Sahabat RESI Dehonian yang terkasih. Para perempuan itu memiliki posisi sebagai murid Tuhan yang membantu pelayanan Yesus. Hal ini lebih mudah dipahami bila keduabelas murid yang melakukan perjalanan itu bersama dengan para perempuan. Sebab, ada banyak hal yang mungkin tak terpikirkan oleh laki-laki, akan terbantu oleh pelayanan para Perempuan itu. Tetapi lebih dari itu bahwa para perempuan itu begitu rindu mengikuti dan melayani Tuhan, karena mereka telah mengalami disembuhkan dari penyakit jasmani maupun penyakit Rohani mereka.

Dewasa ini juga Gereja tidak lagi membatasi dalam tugas melayani hanya oleh laki-laki, tetapi para perempuan juga mempunyai tempat untuk ikut melayani Tuhan. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa panggilan melayani itu justru muncul dari dalam hati setiap orang yang mengalami perjumpaan yang istimewa, dan yang personal dengan Tuhan.

Sahabat RESI Dehonian yang terkasih. Tuhan tidak membeda-bedakan kita dalam urusan melayani. Artinya bahwa Anda dan saya bisa ambil bagian dalam begitu banyak bentuk pelayanan di dalam Gereja dan masyarakat. Kita bisa mempergunakan apapun yang kita miliki, talenta-talenta, pikiran, tenaga, ide-ide atau materi untuk memperluas Kerajaan-Nya di muka bumi ini. Melayani Tuhan dan mereka yang menyertai-Nya dalam konteks saat ini adalah melayani Dia yang hadir dalam persekutuan pribadi-pribadi manusia beserta alam ciptaan Allah yang lainnya.

Semoga kita menjadi pelayan yang baik, yang murah hati kepada siapapun dan apapun. Tuhan memberkati niat-niat baik kita. AMIN

DOA PERSEMBAHAN:

Allah Bapa maha pengasih, berkatilah kami yang berhimpun di sini dan semoga kami semakin memahami, siapa Engkau ini bagi kami.

ATAU: 

Kuduskanlah persembahan ini ya Tuhan dengan karuniaMu agar terbakar laksana kurban sejati karena cinta sebagaimana beato Yohanes Maria dari salib telah serahkan dalam pemberian tubuhnya, demi Kristus Tuhan kami…

ANTIFON KOMUNI – 1 Timotius 6:12

Berlombalah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.

DOA SESUDAH KOMUNI:

Marilah berdoa: Allah Bapa maha penyayang, bimbinglah kami dalam menempuh jalan yang ditunjukkan Putra-Mu. Semoga kejujuran dan kebenaran mendekatkan kami satu sama lain. Demi Kristus, ….

ATAU:

Semoga melalui misteri suci yang telah kami terima, Tuhan berkenan menguduskan kami sebagaimana beato Yohanes Maria dari Salib telah setia dalam pelayanannya dan memperoleh kemenangan atas penderitaannya. Demi Kristus Tuhan kami… 

DOWNLOAD AUDIO RESI: 

YOHANES MARIA DARI SALIB  (Juan De La Cruz)

Martir SCJ  

Satu dari sekian banyak kisah Para kudus  

Romo Juan lahir di San Esteban de los Patos (Avila) pada tanggal 25 September 1891. Kota Avila merupakan tempat dimana Santa Teresa dari Yesus berasal. Di sanalah tempat orang-orang Kristen yang kuat dan beriman yang sederhana dan tegas. Kebanyakan warganya adalah petani dan peternak. 

Juan adalah anak pertama dari lima belas bersaudara dan saat dibaptis diberi nama Mariano yang adalah nama si ayah. Ayah dan istrinya yang keenam, doña Emerita, berusaha keras memberikan pendidikan Kristen yang kokoh dengan iman dan kehidupan Kristen yang berkomitmen. Keluarganya peduli terhadap gereja. Pak Mariano sepulang dari ladang, sore harinya memimpin novena dan doa rosario. Di sana tidak ada imam yang mengurus komunitas Kristiani di sana. Kalau ada apa-apa berkaitan dengan gereja, pak Mariano lah yang dipanggil. 

Pada usia sepuluh tahun, dia menyatakan keinginannya untuk menjadi imam. Romo parokinya mengajarinya membaca dan kemudian ia menjalani pendidikan calon imam di Seminari Avila. Kemudian, dia masuk ke seminari untuk belajar Filsafat dan Teologi. Sebagai seminaris ia dikenal karena merupakan “teladan dalam segala hal, membedakan dirinya karena kerendahan hatinya yang mendalam, juga sebagai pemuda yang memiliki bakat luar biasa.” Salah satu karakteristik yang tetap meskipun menjalani hidup yang keras, penuh pengorbanan dalam doa dan kerja keras, “dia sangat ceria, bersenang-senang dengan semua anak. Ia bukan anak nakal yang suka merusak harmoni di antara teman sekelasnya. Dia dikenal sebagai seorang yang agak suci.” Tekadnya untuk melayani Tuhan tak perlu dikawatirkan tapi ia punya dorongan untuk hidup yang lebih mendalam dan kesatuan dengan Allah. Ia memiliki keprihatinan pelayanan paroki yang kurang ideal karena keterbatasan romo paroki seperti romo-romo Dominikan Santo Tomas de Avila yang kesehatannya buruk.” 

 

Seorang imam yang baik di daerah yang sulit 

Pada tanggal 18 Maret 1916, dia ditahbiskan menjadi seorang imam di Avila. Ia berusaha mengikuti jejak Yesus dari Nazareth, dengan mendedikasikan tahun-tahun hidupnya untuk pelayanan paroki di kota-kota kecil di provinsi tersebut. Memang fisiknya tidak kuat tetapi sosoknya dekat dengan Tuhan di tengah-tengah rakyat Castilia yang menderita akibat kemiskinan, situasi politik, dan kurangnya harapan. 

Di Avila ada banyak paroki di Hernansancho, Villanueva de Gomez, San Juan de la Encinilla, Santo Tome de Zabarcos, dan Sotillo de las Palomas. Rm. Juan dipercaya untuk paroki-paroki yang umatnya miskin dan sedikit penduduknya, tetapi mereka kuat dan kaya dalam kekristenan. 

Tetapi pada tahun 1920-an, Spanyol berhadapan dengan badai yang ganas yang mengakibatkan banyak kehilangan. Terjadi kekerasan yang menyebabkan kehancuran rakyat. Gereja juga terguncang karena mengalami kehilangan akan umat Kristen awam yang tak terhitung sekitar 6.832 bersama dengan uskup, imam, dan biarawati lainnya. Maka menjadi seorang Kristen pada masa itu perlu dibayar mahal, hampir selalu dengan nyawanya. 

Pada tanggal 23 Mei 1916, romo Mariano pergi ke Hernansancho. Di sana, dia mengembangkan karya pastoral yang intensif. Ia hadir sebagai pribadi yang sederhana dan rendah hati. Ia memiliki kebiasaan doa yang lama dan adorasi Sakramen Mahakudus selama malam yang sangat dingin di Avila. Ia melakukan mortifikasi jasmani dan kurang tidur untuk membangkitkan iman, ibadah, dan terutama pengakuan, devosi Ekaristi dan Maria, serta menghadapi penistaan. Ia melakukan dengan dijiwai kasih dan pelayanan. Umat yang dilayani memang orang-orang yang sangat miskin di tempat terpencil itu dan romo paroki menjalani hidup berdasarkan pemberian umatnya. Kesaksian umat yang sekarang sudah sangat tua mengatakan bahwa romo Mariano tidak pernah meminta apa pun, bahkan dia tidak akan membawa-bawa keranjang sumbangan. Umatnya menganggapnya aneh. Bila ditanya tentang keranjang sumbangan dia akan menjawab: “itu akan menjadi seperti mengubah gereja menjadi bank” 

Romo Mariano selalu membuka pintunya siang dan malam bagi yang membutuhkan, yang sakit, siapa pun… Dikisahkan di kota Hernansancho pernah terjadi perkelahian sengit yang berakhir dengan pertumpahan darah. Si pembunuh meninggalkan beberapa orang terluka. Imam paroki, romo Mariano datang untuk membantu yang terluka di tengah baku tembakan. Si pembunuh kemudian pergi dan berkata kepada temannya, “Aku telah meninggalkan beberapa kambing kecil terlentang di tanahmu. Aku tidak memiliki keinginan untuk membunuh imam karena dia seorang santo.” Ia benar-benar imam yang suci. 

 

Pandangan Rohani  

Kendati berhadapan dengan suasana kekerasan, darah dan kematian romo Mariano tetap setia menghadapinya. “Aku bahagia, tapi aku mengakui bahwa aku hidup di luar pusatku, hidup parokial sangat memberatkan bagiku. Dan di sisi lain, aku sangat terganggu oleh penyakitku, sehingga jika bukan karena ketaatan, aku akan mengambil jalan yang berbeda: kecenderungan tak terhindarkan bagiku adalah kehidupan religius'”. Ia ingin menjadi religius. Lalu ia pindah ke keuskupan Victoria (1921-1922), di mana selama hampir setahun dia bertugas sebagai kapelan bagi para Bruder

Sekolah Kristen di Nanclares de Oca. Saat berada di sana, dia menyampaikan minatnya kepada Uskup apakah dia bisa masuk dalam Ordo Karmelit Tersemen di Larrea (Vizcaya). Permintaannya diterima dan dia memulai Novisiatnya di sana.

Romo Mariano mengalami masalah dengan kesehatannya sehingga tidak lanjut. Namun kebiasaannya untuk hidup asketis dan usaha keras membuatnya ingin menjalani kehidupan kontemplatif yang intim. 

Dia kembali ke Avila. Selama dua tahun (1923-1924), dia bertanggung jawab atas paroki Santo Tome de Zabarcos dan Sotillo de las Palomas. Ia tidak lama tinggal di sini tetapi jejak yang ditinggalkan sangat berbuah. Rm. Mariano hidup dengan cinta dan devosi yang mendalam terhadap Sakramen Ekaristi. Karena itu, dia memanfaatkan setiap kesempatan yang dia miliki untuk mengunjungi tabernakel gereja di setiap kota yang dia lewati. 

Dia sering mengunjungi gereja Suster Reparatrix di Madrid. Suatu hari, pada tahun 1925, dia bertemu dengan Romo Guillermo Zicke di sana. Religius ini adalah pendiri Orang-orang Reparatrix Hati Kristus di provinsi (Padres Reparatrix) di Spanyol. Mereka berteman. Romo Mariano menceritakan kepadanya tentang pencariannya, kekhawatiran hati yang tidak bisa beristirahat. Ia belum menemukan tempat yang Tuhan panggilkan. Romo Zicke berbicara kepadanya tentang

Kongregasinya, yaitu Kongregasi Pater Leo Dehon, tentang karya yang menginspirasinya, tentang cara hidupnya… 

Kemudian romo Mariano bergabung dengan keluarga kecil di mana Romo Guillermo menjadi “ayah”.

Sebagai seorang Religius Reparatrix, dia mengambil nama baru religius yakni Juan Maria de la Cruz. Dengan demikian, dalam nama religius barunya, dia mengingatkan dua dari cinta besar dalam hidupnya: Santa Maria dan San Juan de la Cruz, dari Avila seperti dirinya. Romo Mariano kemudian menjadi romo Juan. 

Pada tanggal 31 Oktober 1926, pada hari raya Kristus Raja yang sangat agung, Romo Juan mengucapkan profesinya sebagai religius dalam semangat cinta, persembahan, dan pemulihan. Pemberian diri Ini diilhami oleh sikap, kata-kata, dan tindakan Yesus, akan mendorong dan menerangi dirinya dalam sepuluh tahun terakhir keberadaannya, pekerjaan apostoliknya, dan pelayanannya.

Ketika mendirikan Kongregasi tersebut, pater Dehon pertama-tama memberinya nama “Oblat (Korban) Hati Kudus”. Romo Juan María de la Cruz merayakan panggilan ini sebagai Oblat-Korban, dalam pengorbanan tertinggi pada tanggal 10 Agustus 23, 1936, dan bahwa hidupnya, sebagai seorang religius reparator, akan menjadi jalan salib yang tersembunyi dan tenang.

Rm. Guillermo memberi kesaksian tentang romo Juan: “Saya dapat meyakinkan Anda bahwa saat saya menjadi Superior di Puente la Reina, saya menerima dia sebagai postulan dalam Kongregasi kami. Ketika sudah profes, dia menunjukkan keinginan untuk meningkatkan dirinya lebih lanjut dalam kehidupan kontemplatif, dan dia meminta masuk dalam Ordo Trappist dengan persetujuan dari atasannya. Sebagai uji coba, dia menghabiskan waktu di biara Cobreces, dari mana dia kembali ke Kongregasi tidak lama setelahnya karena masalah kesehatan.” 

Dia menghabiskan setahun di Novelda (Alicante) setelah masa Novisiatnya di bawah bimbingan Romo Maestro dan komunitas yang mendampinginya. Di sana, di sekolah kami, satu-satunya sekolah yang masih ada dari yang didirikan pada zaman Pater Dehon, dia menjabat sebagai Guru Agama dan pada saat yang sama melayani kebutuhan gereja yang berdekatan dalam pelayanan imamnya. 

Dia memiliki hidup rohani yang mendalam dan mencintai para orang kudus, terutama para martir. Pada tahun 1927, dia memiliki kesempatan untuk mengunjungi Roma. Selama kunjungan tersebut, dia sangat terkesan oleh katakombe S. Calixto dan tempat-tempat bersejarah lain yang melestarikan kenangan para martir. Sulit untuk mengajaknya pergi dari sana, seperti yang diingat dengan jelas oleh salah satu temannya yang kemudian bersaksi tentang sang ayah suci Spanyol tersebut. Saat kembali, dia juga memiliki kesempatan untuk singgah di London dan merasa sangat gembira dapat mendekati Gua Maria. Maria adalah daya tarik besar lainnya baginya. Demi Maria, dia bersedia menjelajahi banyak jalan dan melewati jalan-jalan yang tidak selalu mudah dalam pencarian tempattempat suci dan kapel yang didedikasikan untuk Santa Perawan yang begitu tersebar luas di seluruh geografi Spanyol. Ini adalah beberapa hal yang akan dia ceritakan kepada seminaris di Puente la Reina, ketika dia pulang setelah melakukan perjalanan dalam mencari bantuan dan panggilan Rohani. 

 

Mencari Roti dengan cinta 

“Jalanku bukanlah jalanku.” Inilah dilema romo Juan saat dia mulai menjalani laku kurban sejak profesinya sebagai religius setahun sebelumnya. 

Di komunitas barunya di Puerto la Reina, menjadi persiapan bagi kematiannya. Seminari Puente memiliki banyak seminaris, tetapi juga menghadapi kemiskinan ekstrem karena kurangnya sumber daya. Romo Juan adalah orang yang tepat untuk mengurus seminari ini. Ia mencari nafkah dengan penuh cinta pastoral dan kepandaiannya, Romo Juan berangkat ke jalan-jalan di Navarra dan Negara Basque untuk mencari kerjasama dan bantuan ekonomi. Romo Guillermo juga memiliki tujuan untuk menciptakan jaringan teman-teman bagi Seminari agar dapat lebih baik melayani Gereja dan misimisi masa depan seperti yang pernah dilayani olehnya di Kamerun, tetapi harus meninggalkannya karena diusir karena kewarganegaraannya sebagai Jerman selama Perang Dunia I. Tugas barunya membuatnya banyak meninggalkan rumahnya, menghabiskan waktu yang lama di luar, dan menolak “keamanan” kehidupan teratur dan saudara dalam rumah religius.

Romo Guillermo, sang superior menceritakan:”Apa yang benar-benar tampak seperti pertentangan, di sini menjadi kenyataan karena Rm Juan adalah seorang pria yang taat kepada Allah, menjalankan kurban yang merupakan ciri khas dari Imam-Imam Hati Kudus Yesus, mengorbankan dirinya sendiri, hari demi hari, demi kasih murni kepada Tuhan kita dan jiwa-jiwa yang paling dia cintai.”

Dan untuk menunjukkan sifat “frailico” seperti yang dikatakan di Puente la Reina, dia bilang:  “Agar kehidupan yang penuh kesibukan dan gangguan tidak mengganggu kehidupan religiusnya dan persatuan dengan Allah, dia berusaha di atas semua untuk menyusun rencana hidup, atau aturan khusus, dan agar segala sesuatu tunduk pada ketaatan yang kudus, dan dengan cara ini berhak mendapatkan surga, dia mempresentasikannya sebelum pergi kepada atasannya, agar bisa ditandatangani dan disetujui.”

 

Melalui lembah gelap Kau membimbingku

Republik Spanyol diumumkan Pada tanggal 14 April 1931. Lahir pula kota-kota besar dan pusatpusat industri. Perkembangan politik memberi suasana yang berbeda. Gereja Spanyol menjadi sasaran musuh utama yang harus dilawan. Kaum anarkis, sosialis, komunis, intelektual, dan pemimpin anti-agama menyalahkan gereja, bersama dengan pengusaha dan tentara, atas semua masalah yang terjadi dalam situasi sosial yang melibatkan pekerja dan petani, serta keterlambatan yang jelas dalam hal Eropa terbuka, pluralistik, dan maju.

Tidak mudah bergerak di tengah masyarakat yang mencoba mengasingkan imam dengan hukum dan propaganda. Sindiran terhadap gereja sangat kejam. Kesulitan dan situasi yang mereka hadapi sangat sulit, bahkan di daerah di mana Romo Juan bergerak, seperti Navarra dan Negara Basque, karena radikalisme, dan hukum yang harus diikuti oleh semua orang.

Tidaklah aneh bahwa dalam lingkungan Kristen dan kaum religius, muncul gagasan seperti “perang salib” atau “martir”. Sebenarnya, banyak orang religius dan imam hidup seperti itu, termasuk Rm. Juan yang mengungkapkan dirinya dalam cara ini saat berbicara kepada komunitas atau muridmuridnya tentang topik kemartiran, menjelaskan apa yang harus dia alami pada masa-masa itu.

Salah satu muridnya menceritakan tentang sebuah kasus yang menggambarkan keyakinan dan antusiasmenya terhadap martir.

“Terjadi bahwa seorang anak dari nenek saya, seorang biarawan Kapusin misionaris di China, ditahan oleh komunis. Mengetahui ketidakpuasan nenek saya, hamba Tuhan segera pergi ke rumahnya untuk memberikan dorongan dan penghiburan, dan saya ingat kata-katanya adalah ucapan selamat, kurang lebih seperti ini: ‘Anak perempuan Anda adalah seorang martir. Oh, betapa saya berharap bisa beruntung dianiaya dan mati demi Kristus.'”

Tahun-tahun sebelum 18 Juli 1936, tanggal dimulainya Perang Saudara Spanyol, menjadi “berat” bagi romo Juan yang dengan tegas mengikuti pelayanannya sebagai imam dan religius, serta pekerjaan pendidik di Seminari dan di antara teman-temannya.

Romo Zicke mengisahkan: 

“Dengan karakter spekulatif dan karunia spiritualnya, dia telah memberikan bukti persiapan doktrinal yang luar biasa. Dalam pertemuan dengan orang tua untuk menyelesaikan masalah moral dan dogmatik, ‘dia akan membuat semua orang terkesan oleh kutipan lengkap dari Bapa Kudus yang dia hafal’. Memang benar, tambahnya, bahwa dia tidak memiliki banyak nalar praktis untuk menjadi profesor anak-anak, terutama untuk menjaga disiplin dan minat para siswa muda. Namun, mereka senang dengan dia karena saat istirahat dan perjalanan lapangan dia akan bercerita kepada mereka tentang kisah-kisah menarik, dengan cara yang sangat hidup dan akrab, dan dia mengajarkan lagulagu lucu kepada mereka.” 

Waktunya di Seminari bersama siswa-siswa meninggalkan kenangan tentang seorang pria yang memiliki kesalehan dan kegairahan yang mengagumkan. Anda bisa menemukan romo Juan di kamarnya atau di kapel. Perayaan misa-misanya selalu membawa bahaya membosankan para pelayan altar muda dan gelisahnya, itulah mengapa, dalam banyak kesempatan, seperti Santo Filipus Neri, dia akan meminta dibiarkan sendirian dengan Tuhan, dalam dialog diam penghormatan dan kasih, yang merupakan ciri khas mereka yang hidup dalam misteri Cinta yang tersembunyi dalam Ekaristi.

 

Menuju Yerusalem 

Pada tanggal 18 Juli 1936, terjadilah apa yang disebut sebagai Pemberontakan Nasional yang memicu Perang Saudara serta “penganiayaan agama.” Dalam situasi itu banyak saran agar para imam dan religius untuk pergi menjauhi situasi demi keselamatan nyawa mereka. 

Dalam situasi itu Romo Juan pergi Valencia. Mengapa ke Valencia? Di sana ia tidak dikenal oleh siapa pun, sehingga mereka berpikir dia bisa tidak dikenali dalam “pengejaran imam-imam” yang mungkin terjadi. Ia tidak memakai jubahnya dan mengenakan jaket besar yang sudah lama dipakai. Karena jaket itulah ia dikenal oleh sesama narapidana dengan sebutan si“Jaket Besar.” 

Pengejaran yang kejam dan tanpa belas kasihan di seluruh Spanyol menyebabkan ada sekitar 2.077 orang yang dibunuh, termasuk sepuluh uskup. Salah satu pemimpin barbarisme yang tidak dapat dibenarkan, Jose Diaz, pemimpin sektor Spanyol dari III Internasional, dengan jelas mengatakan di Valencia:

“Di provinsi-provinsi yang kami kuasai, tidak ada lagi Gereja. Spanyol telah jauh melampaui karya Soviet, karena saat ini Gereja di Spanyol telah dimusnahkan”.

Di Valencia, dari 1.200 imam diosesan, 327 dibunuh. Sepertinya romo Juan segaja menuju tempat yang paling berisiko.

Salah satu temannya berkata:

“Saya berkontak dengan dia pada tahun 1936 dan saya mengetahui perasaan Hamba Tuhan, yang siap menerima apa pun yang Allah kehendaki untuk keselamatan tanah air kita. Ia memiliki iman buta dalam kemenangan yang diberikan oleh Tuhan, meskipun ia harus mengalami hukuman besar atas dosa-dosa sosial. Ia akan mengkomunikasikan semangat dan imannya kepada semua yang mendekatinya, memberi semangat kepada mereka di tengah bahaya besar yang harus mereka hadapi”.

Ia mencoba menghubungi rekan kerjanya Rm. Lorenzo Canto yang tinggal dekat gereja Santo

Yohanes, sebagai titik acuannya ketika melarikan diri. Gereja ini, yang terletak di sebelah Lonja (sebuah model luar biasa dari arsitektur gotik sipil) dan Pasar Sentral (karya modernis yang luar biasa dari besi, kaca, dan keramik dari tahun dua puluhan), adalah salah satu monumen seni yang khas dari kota sejak zaman Reconquista. Dinding-dinding dan ruang dalamnya menyimpan jejak perjalanan berabad-abad dan seni. Dekorasinya bergaya barok dan lukisannya, dibuat oleh Palomino, sekarang praktis lenyap karena api. 

“Hamba Tuhan mendapati dirinya harus melewati gereja itu ketika sedang terbakar, api menghanguskan benda-benda suci yang terkumpul di tengah bangunan itu. Seperti yang diingat oleh banyak saksi, semangat Hamba Tuhan dikenal oleh semua, dalam persatuan dengan semangat kuat dan impulsifnya, yang tidak akan membiarkannya berdiam diri di hadapan pelanggaran terhadap Allah dan penodaan terhadap gereja”.

Rm. Juan sebagai orang asing yang datang ke tempat itu dengan berpakaian buruk. Ia menjadi salah satu dari banyak orang yang melarikan diri ke kota untuk mencari tempat tinggal pada hari-hari terakhir bulan Juli 1936. Dia mendekati gereja yang kebakaran itu dan bergabung dengan kerumunan untuk melihat apa yang tengah terjadi dan ia berseru bahwa apa yang terjadi sungguh kelewatan.  

“Sungguh kelewatan. Sungguh kejahatan. Ini benar-benar dosa sakrelegi!” Ketika mereka mendengar protes itu, ada yang berkata, “Kamu imam ya?” Lainnya berkata, “Kamu sayap kanan atau tradisionalis?” Romo Juan menjawab: “Ya aku imam!” Romo Juan secara terbuka memprotes kebakaran di gereja Santo Yohanes yang dilakukan kelompok anti agama. Karena itu ia dilemparkan ke penjara. 

Di hari peringatan santo Lorenso, dari penjara rm Juan menulis surat untuk superior jenderal yakni Romo Philipe guna mengucapkan selamat pesta nama dan sekaligus memberitahu kalau Ia di penjara. 

Di penjara itulah ia mengalami hidup yang tidak mudah. Tidak ada alasan untuk menyembunyikan identitas diri sebagai imam. Ia tahu bahwa ia dipenjara bukan karena alasan politik tapi karena ia seorang imam. Ia dengan terus terang kaatakan bahwa ia adalah seorang imam dan religius. Bagi penghuni penjara lainnya, pernyataan ini sungguh-sungguh akan membawa resiko berat. Menurut kesaksian penghuni penjara, “Rm Juan itu bertindak sebagai imam yang agung. Di taman ia mengajak orang lain berdoa. Kadang kala ia berdoa di sel dan kadang mendoakan orang yang kurang ajar kepadanya.” 

Pada malam tanggal 23 Agustus 1936. Romo Juan dibawa ke ladang di Silla, di sebuah peternakan yang disebut “El Sario”, di tempat yang dikenal sebagai La Coma. Tempat ini menyerupai taman Gethsemane, penuh dengan pohon zaitun, yang dikenal oleh Yesus.

Saksi-saksi atas apa yang akan terjadi adalah bintang-bintang pada malam musim panas, sembilan teman yang dibunuh, dan cahaya dari truk-truk pickup yang menerangi selokan irigasi dan sepanjang tembok. Dalam ritual klasik yang telah terjadi ratusan kali, para korban disusun, disiksa, dan ditembak. Inilah bagaimana kesaksian medis mengungkapkan apa yang terjadi saat sisa-sisa rm Juan diidentifikasi, digali kembali, dan dipindahkan ke Puente la Reina pada tahun 1940, sehingga dia akan bersama dengan para seminaris yang telah dia persembahkan sebagian besar hidupnya. Rm. Juan María de la Cruz menjalani hidupnya sebagai oblat dan reparator dan jalan salib seperti ribuan tahun yang lalu di mana Kristus menjalaninya.

Romo Juan menjalani pengalaman hidupnya sebagai imam dan religius untuk menjadi semacam sirene hingga saat kemartirannya. Ia membuat orang-orang yang bersua dengannya tersadar bagaimana ia mengambil bagian dalam gereja dan bagi Masyarakat di Spanyol 

No Comments

Leave a Comment