Sabtu, 23 September 2023 – Peringatan Wajib St. Padre Pio dari Pietrelcina – Imam

Rm. Anselmus Inharjanto SCJ dari Komunitas SCJ Seminari Menengah St. Paulus Palembang Indonesia

 
 

AUDIO RESI:

ANTIFON PEMBUKA – Mazmur 16:5-6

Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku. Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku.

PENGANTAR:

Padre Pio (Pius) lahir di Pietrelcina dekat Benevento (Italia) pada tahun 1887. Dia masuki Ordo Fransiskan Kapusin dan karena kebaikannya kemudian dipromosikan menjadi imam. Ia mengabdikan hidupnya menjadi imam dengan cukup baik di biara San Giovanni Rotondo di Puglia. Dengan doa dan kerendahan hati ia melayani umat dalam nasehat rohani, pengakuan doa, perawatan khusus bagi orang sakit dan papa. Semua dilakukannya untuk pengabdian kepada Kristus yang tersalib. Dia menyelesaikan perjalanan duniawinya pada tanggal 23 September 1968.

DOA PEMBUKA:

Marilah bedoa: Allah Bapa, sumber segala kehidupan, berkenanlah membantu kami agar dapat berpegang teguh pada putra-Mu, melaksanakan sabda-Nya dan mewujudkan kedamaian-Mu. Sebab Dialah Tuhan ….

BACAAN PERTAMA: Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Timotius 6:13-16

“Taatilah perintah ini tanpa cacat sampai saat kedatangan Tuhan.”

Saudara terkasih, di hadapan Allah yang menghidupkan segala sesuatu dan di hadapan Yesus Kristus yang memberi kesaksian yang benar di hadapan Pontius Pilatus, aku memperingatkan engkau, “Taatilah perintah ini tanpa cacat dan tanpa cela hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Saat itu akan ditentukan oleh Penguasa satu-satunya yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada kematian, dan bersemayam dalam cahaya yang tak terhampiri. Tak seorang pun pernah melihat Dia, dan tak seorang manusia pun dapat melihat Dia. Bagi Dialah hormat dan kuasa yang kekal. Amin.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

MAZMUR TANGGAPAN: Mazmur 100:2.3.4.5

Ref. Datanglah menghadap Tuhan dengan sorak-sorai.
Atau: Bahagia kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.

  1. Beribadatlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!

  2. Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita, dan punya Dialah kita; kita ini umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.

  3. Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, masuklah ke pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya, dan pujilah nama-Nya!

  4. Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.

BAIT PENGANTAR INJIL:

U : Alleluya
S : (Luk 8:15) Berbahagialah orang yang menyimpan sabda Allah dalam hati yang baik dan tulus ikhlas dan menghasilkan buah dalam ketekunan.

BACAAN INJIL: Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas 8:4-15

“Yang jatuh di tanah yang baik ialah orang yang mendengar sabda itu dan menyimpannya dalam hati, dan menghasilkan buah dalam ketekunan.”

Banyak orang datang berbondong-bondong dari kota-kota sekitar kepada Yesus. Maka Yesus berkata dalam suatu perumpamaan, “Adalah seorang penabur keluar menaburkan benih. Waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak-injak orang dan dimakan burung-burung di udara sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan tumbuh sebentar, lalu layu karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, sehingga terhimpit sampai mati oleh semak-semak yang tumbuh bersama-sama. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, lalu tumbuh dan berbuah seratus kali lipat.” Sesudah itu Yesus berseru, “Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah mendengar.”

Para murid menanyakan kepada Yesus maksud perumpamaan itu. Yesus menjawab, “Kalian diberi kurnia mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi hal itu diwartakan kepada orang lain dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat, dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah sabda Allah. Yang jatuh di pinggir jalan ialah orang yang telah mendengarnya, kemudian datanglah Iblis, lalu mengambil sabda itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, ialah orang yang setelah mendengar sabda itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar. Mereka hanya percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.

Yang jatuh dalam semak duri, ialah orang yang mendengar sabda itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran, kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik ialah orang yang mendengar sabda itu dan menyimpannya dalam hati yang baik, dan menghasilkan buah dalam ketekunan.”
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

RESI DIBAWAKAN OLEH Rm. Anselmus Inharjanto SCJ

Vivat Cor Iesu per Cor Mariae. Hiduplah Hati Yesus melalui Hati Maria.

Sobat Resi terkasih,bagi kita yang mempunyai pekarangan rumah atau kebun, biasanya ada tanaman baik itu pohon atau bunga yang dibudidayakan. Kita akan bahagia, puas atau bangga manakala bunga atau pohon itu berbuah atau menampakkan bunga-bunga yang indah dipandang. Kita pun tahu bahwa berbagai jenis tanaman itu membutuhkan wahana berupa tanah yang subur. Kesuburan tanah menjadi faktor penting, walaupun seringkali masih harus diperhitungkan faktor-faktor lain. Kadang tanahnya sudah subur, tapi ternyata ada bencana, ada hama, ada iklim yang berubah dll sehingga gagal panen.

Warta gembira atau Injil hari ini menampilkan perumpamaan sekitar situasi pertanian yakni tentang penabur benih. Ini pasti cocok dengan lanskap masyarakat Yahudi zaman Yesus. Dalam Injil, bahkan Yesus menjelaskan arti perumpamaan penabur benih itu kepada para murid-Nya sehingga bagi kita pun jelas maknanya.

Kita diajak berefleksi tentang situas kita saat berhadapan dengan Firman Tuhan. Diri kita bisa bersikap seperti benih di pinggir jalan, di tanah berbatu, dihimpit semak berduri, dan di tanah subur. Tiga situasi pertama tidak kita kehendaki, sebaiknya dihindarkan. Namun situasi ketiga harus menjadi upaya kita terus menerus. Semoga Hati Kudus Yesus memampukan kita menjadi seperti hati-Nya sehingga menjadi lahan subur bagi pertumbuhan kasih Allah.

DOA PERSIAPAN PERSEMBAHAN

Allah Bapa yang kekal dan kuasa, semoga sabda-Mu Kautampakkan dalam roti anggur ini, agar dapat kami santap dan kami minum serta memperoleh kedamaian sejati. Demi Kristus ….

ANTIFON KOMUNI – Bdk. Mat 19:28-29

Aku bekata kepadamu: “Kalian yang meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Aku, , akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.

DOA SESUDAH KOMUNI:

Marilah berdoa: Allah Bapa sumber kehidupan iman, taburkanlah benih sabda-Mu di dalam hati kami dan perkenankanlah tumbuh dan menghasilkan buah demi kebahagiaan semua orang di dunia, demi kedamaian yang sangat kami dambakan. Demi Kristus, ….

DOWNLOAD AUDIO RESI:

St. Padre Pio dari Pietrelcina: Turut menderita bersama Kristus untuk mendoakan sesama

Padre Pio lahir tanggal 2 Mei 1887 di Pietrelcina, sebuah kota kecil di Italia selatan. Orangtuanya bernama Guiseppa dan Gracio Forgione. Ia dibaptis sehari setelah kelahirannya, dengan nama baptis Francesco. Francesco mempunyai seorang kakak laki-laki dan tiga adik perempuan. Keluarga Forgione adalah keluarga yang saleh, yang menempatkan Tuhan di atas segalanya. Mereka menghadiri Misa setiap hari, berdoa Rosario setiap malam dan berpantang tiga kali seminggu. Meskipun buta huruf, orangtua Francesco hafal Kitab Suci dan menceritakan kisah-kisah Kitab Suci kepada anak-anak mereka. Walaupun miskin secara materi, keluarga Forgione sungguh kaya dalam hal iman dan kasih akan Tuhan.

Sejak kanak-kanak, Francesco telah menunjukkan tanda-tanda kesalehan yang luar biasa. Di usia 5 tahun, ia menyerahkan dirinya untuk Tuhan Yesus. Francesco adalah seorang anak pendiam yang gemar berdoa dan ke gereja. Ia dapat melihat dan bercakap-cakap dengan malaikat pelindungnya, juga dengan Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Ketika berumur 10 tahun, Francesco mengalami panggilan untuk menjadi seorang imam dan ia menyatakannya kepada kedua orangtuanya. Orangtuanya lalu pergi kepada komunitas Capuchin di Morcone, 13 mil di utara Pietrelcina, untuk menanyakan kesediaan mereka menerima Francesco. Francesco diterima, namun sebelumnya harus menempuh pendidikan lebih tinggi di sekolah umum. Karena itu, ayahnya pergi ke Amerika untuk bekerja, agar dapat membiayai guru untuk mendidik Francesco. Akhirnya di usia 15 tahun, Francesco masuk biara Capuchin. Ia mengambil nama Pio, untuk menghormati St. Pius V, Santo pelindung Pietrelcina. Ia dipanggil dengan sebutan Fra (bruder), sampai  ditahbiskan menjadi imam.

Padre Pio ditahbiskan tanggal 10 Agustus 1910. Perayaan Ekaristi baginya adalah pusat kehidupannya. Sering dalam perayaan Misa yang dipimpinnya, ia masuk dalam keheningan kontemplatif di berbagai bagiannya, sehingga Misa tersebut berakhir setelah beberapa jam. Betapa dalamnya ia menghidupi Kisah Sengsara Kristus. Umat sangat terkesan akan kesalehannya, dan banyak orang berdatangan untuk meminta nasehatnya.

Selanjutnya, karena kesehatan Padre Pio yang kurang baik, ia dikirim pulang ke rumahnya dari tahun 1911 sampai 1916. Namun demikian, Padre Pio tetap mempertahankan kehidupan membiara, tetap mempersembahkan Misa dan mengajar di sekolah. Kesehatan Padre Pio tidaklah baik di sepanjang hidupnya. Tidak diketahui penyebab dari penyakit yang panjang yang dialami oleh Padre Pio, namun ia mempersembahkan semua penderitaannya kepada Tuhan sebagai kurban silih bagi pertobatan jiwa-jiwa.

Tanggal 4 September 1916, Padre Pio ditugaskan di San Giovanni Rotondo, yang terletak di pegunungan Gargano. Ia bergabung dalam komunitas Capuchin, Our Lady of Grace. Padre Pio mempunyai banyak anak rohani. Ia memberi lima syarat untuk pertumbuhan rohani, yaitu: menerima Sakramen Pengakuan dosa seminggu sekali, setiap hari menerima Komuni, membaca bacaan rohani, melakukan meditasi dan pemeriksaan batin. Moto Padre Pio adalah, “Berdoa, berharap, dan jangan khawatir”. Padre Pio dikenal sebagai seorang pendoa. Doanya sangat sederhana, namun didoakan nyaris tanpa henti. Ia menyukai doa Rosario dan menganjurkan anak-anak rohaninya untuk berdoa rosario. Ketika ditanya apakah warisan yang ingin ditinggalkannya kepada mereka, jawabnya sederhana, “Berdoalah Rosario.”

Di bulan Juli 1918, Paus Benediktus XV meminta semua orang Kristen berdoa bagi berakhirnya Perang Dunia. Padre Pio mempersembahkan dirinya sebagai silih untuk intensi tersebut. Beberapa hari kemudian—tanggal 5-7 Agustus—Padre Pio mendapat suatu penglihatan. Kristus menampakkan diri dengan lambung-Nya yang terluka. Setelah itu, Padre Pio memperoleh luka fisik di lambungnya. Padre Pio mengalami pengalaman kesatuan kasih dengan Kristus yang sedemikian mendalam, sehingga ia turut mengalami luka-luka serupa yang dialami oleh Kristus. Beberapa minggu kemudian, yaitu tanggal 20 September 1918, ketika sedang berdoa di balkon koor di gerejanya, penglihatan akan Kristus itu kembali muncul. Padre Pio mengalami suka cita tak terkatakan dari pengalaman persatuannya dengan Kristus. Setelah pengalaman itu, Padre Pio menerima stigmata, yaitu lima luka-luka Kristus. Ia menjadi imam pertama yang memperoleh stigmata dalam sejarah Gereja. Dengan kepasrahan dan ketenangan, ia menanggung sakit luka-luka di tangan, kaki, dan lambungnya, yang bertahan sampai sekitar 50 tahun.

Tak lama kemudian, tersiarlah kabar tentang stigmata Padre Pio. Orang-orang berdatangan, termasuk para dokter, untuk memeriksa luka-luka Padre Pio. Padre Pio tidak tertarik kepada hasil pemeriksaan para dokter. Ia menerima luka-luka itu sebagai hadiah dari Tuhan, walaupun ia sebenarnya memilih untuk dapat mengambil bagian dalam sengsara Kristus tanpa diketahui oleh orang lain. Namun Tuhan menggunakan pengalaman Padre Pio itu untuk memberi harapan kepada banyak orang setelah perang. Tuhan menggunakan Padre Pio sebagai alat-Nya untuk memimpin banyak orang kembali kepadaNya. Karunia-karunia rohani Padre Pio—yaitu stigmata, nubuat, menyembuhkan, mendatangkan mukjizat, mengetahui isi hati orang, berbicara dalam bahasa baru yang tak pernah dipelajarinya, mengeluarkan bau harum, bilokasi—adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya. Kehidupan biara di gereja Our Lady of Grace berjalan seputar pelayanan Padre Pio. Para imam menangani surat menyurat dan memberi sakramen Pengakuan Dosa. San Giovanni Rotondo pun menjadi tempat ziarah. Padre Pio juga aktif bekerja selama 19 jam sehari: memimpin Misa, memberi Sakramen Pengakuan Dosa, dan menangani surat menyurat. Ia hanya tidur kurang dari 2 jam setiap hari. Di biara, Padre Pio menghidupi spiritualitas Fransiskan, dalam kemiskinan dan ketidakterikatan dengan diri sendiri, harta milik dan kenyamanan. Ia menyukai kebajikan kemurnian dan selalu bersahaja. Sepanjang hidupnya ia mempertobatkan ribuan orang untuk kembali kepada Tuhan.

Namun rupanya ada sejumlah orang yang tidak menyukai perkembangan pengaruh rohani Padre Pio kepada umat. Mereka mengajukan tuduhan terhadapnya ke pihak Tahta Suci di Vatikan sehingga  di bulan Juni 1922, diberlakukan sejumlah pembatasan terhadap pelayanan Padre Pio. Tapi syukurlah, di tahun 1933, Paus Pius XI mengangkat semua pembatasan itu, dan mengakui bahwa ia telah menerima informasi yang salah tentang Padre Pio. Setelah itu sedikit demi sedikit Padre Pio kembali diizinkan untuk melayani umat. Ia diperbolehkan kembali memberikan Sakramen Pengakuan Dosa dan berkhotbah. Di tahun 1939 Paus Pius XII mendorong umat untuk mengunjungi Padre Pio, dan karena itu umat kembali berdatangan untuk berziarah ke sana.

Tahun 1940, Padre Pio mulai merintis pembangunan rumah sakit yang dinamainya “Rumah untuk mengangkat penderitaan”. Sedikit demi sedikit ia menerima sumbangan dana dari berbagai pihak, sehingga bangunan tersebut akhirnya dapat berdiri di tahun 1956. Di tahun 1960, kesehatan Padre Pio semakin menurun. Namun ia tetap memimpin Misa setiap hari dan memberikan Sakramen Pengakuan Dosa. Di peringatan ke-50 tahun stigmatanya— yaitu 20 September 1968—Padre Pio mempersembahkan Misa, berdoa Rosario bersama, dan memberi berkat Sakramen Mahakudus. Sesaat setelah tengah malam, di tanggal 23 September di tahun yang sama, Padre Pio memanggil imam superiornya dan melakukan pengakuan dosanya yang terakhir. Ia memperbaharui kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatannya. Pukul 2.30, Padre Pio wafat. Seperti dinubuatkannya sendiri, Padre Pio mengalami sakit sepanjang hidupnya, namun wafat dalam keadaan sehat, sembuh dari luka-luka stigmatanya. Padre Pio wafat di usia 81 tahun. Kata-kata terakhirnya adalah “Yesus, Maria”, yang diulanginya terus sampai ajal menjemputnya.

Tanggal 26 September 1968, lebih dari seratus ribu orang datang ke San Giovanni Rotondo untuk memberi penghormatan terakhir kepada Padre Pio. Ia dimakamkan di lantai bawah gereja Our Lady of Grace. Ia dikanonisasikan sebagai Santo oleh St. Paus Yohanes Paulus II tanggal 16 Juni 2002. Keseluruhan hidup Padre Pio menggenapi apa yang ditulis Rasul Paulus, “…Aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). 

Sumber: https://www.katolisitas.org/unit/st-padre-pio-dari-pietrelcina-turut-menderita-bersama-kristus-untuk-mendoakan-sesama/

 

1 Comment

  • Herlin September 23, 2023 at 3:41 am

    St.Padre Pio dari Pietrelcina .
    Doakanlah kami
    ajarkan kami utk setia.spt engkau setia pada Kehendak Allah.dan setia akan panggilan kehidupanmu..

    Reply

Leave a Comment